Kandang domba
Suasananya masih sama, Kang Encang dengan segelas Kopi "hideung"-nya berseri-seri menyambut kehadiran sinar matahari yang seakan bangkit mengusir butiran-butiran embun di ujung-jung daun padi yang masih berwarna hijau. dengungan suara kendaraan nun jauh dibawah sana terdengar merdu berpadu dengan sesekali suara domba yang memohon-mohon minta sarapan.
Anak-anak sekolah bergerombol melewati kandang, berharap tidak hanya sekedar lewat, tapi suatu saat bisa kuliah di Universitas yang notabene berada di tempat kelahiran mereka.
delapan tahun lalu, kandang domba adalah salah satu mimpi buruk bagi mahasiswa baru Fapet Unpad. Tampang-tampang kecut menyambut semua Maba yang berkunjung ke sini, menyebalkan memang, ingin rasanya aku menemukan cara bagaimana cara membunuh para senior itu tanpa harus berurusan dengan Polisi atau membakar kandang domba sampai tidak berbekas, lenyap dari muka bumi. Ah, senyum tak terasa tersungging menghiasi pagi ini, mengingat masa-masa itu. Saat persahabatan telah memupus mimpi buruk itu, bahkan tak sadar aku telah menjadi bagian mimpi buruk itu, menyambut siapapun yang berkunjung ke kandang ini dengan senyum kecut, membuat mahasiswa baru urungkan niat untuk menjadi anggota Paguyuban 30, seleksi alam akan menghasilkan anggota paguyuban yang berani atau setidaknya tidak tahu malu.. atau meminjam istilah Kang Suja 96, "Teu Gableg ka era"
Di Kandang ini banyak hal yang dapat kupetik pengalaman hidup, salahsatu yang paling sederhana adalah bagaimana cara menikmati kopi hideung panas-panas sambil menyerahkan badan ini dalam hangatnya pelukan matahari pagi. "Kopi Hideung matak bengras kana mata, tiis ceuli herang panon" adalah kalimat sakti yang sering diucapkan sahabatku Oki Imanudin. Terima kasih... hanya itu yang bisa kuucapkan..
Anak-anak sekolah bergerombol melewati kandang, berharap tidak hanya sekedar lewat, tapi suatu saat bisa kuliah di Universitas yang notabene berada di tempat kelahiran mereka.
delapan tahun lalu, kandang domba adalah salah satu mimpi buruk bagi mahasiswa baru Fapet Unpad. Tampang-tampang kecut menyambut semua Maba yang berkunjung ke sini, menyebalkan memang, ingin rasanya aku menemukan cara bagaimana cara membunuh para senior itu tanpa harus berurusan dengan Polisi atau membakar kandang domba sampai tidak berbekas, lenyap dari muka bumi. Ah, senyum tak terasa tersungging menghiasi pagi ini, mengingat masa-masa itu. Saat persahabatan telah memupus mimpi buruk itu, bahkan tak sadar aku telah menjadi bagian mimpi buruk itu, menyambut siapapun yang berkunjung ke kandang ini dengan senyum kecut, membuat mahasiswa baru urungkan niat untuk menjadi anggota Paguyuban 30, seleksi alam akan menghasilkan anggota paguyuban yang berani atau setidaknya tidak tahu malu.. atau meminjam istilah Kang Suja 96, "Teu Gableg ka era"
Di Kandang ini banyak hal yang dapat kupetik pengalaman hidup, salahsatu yang paling sederhana adalah bagaimana cara menikmati kopi hideung panas-panas sambil menyerahkan badan ini dalam hangatnya pelukan matahari pagi. "Kopi Hideung matak bengras kana mata, tiis ceuli herang panon" adalah kalimat sakti yang sering diucapkan sahabatku Oki Imanudin. Terima kasih... hanya itu yang bisa kuucapkan..
Komentar
Posting Komentar