Ngalamun

Minggu, 02 Agustus 2009

Hari ini aku biarkan tubuh ini telanjang, jalan kesana kemari di dalam rumah tanpa busana. Aku ingin seluruh bagian tubuh ini tersentuh udara malam,rasanya sangat ingin berjalan ke jalan raya sana dengan tanpa busana,merasakan apa yang dirasakan orang gila yang sering aku lihat di pinggir-pinggir jalan. Lihatlah dia si gila, tak perduli dengan orang –orang yang merasa dirinya waras,berakal sehat atau dengan kata lain sehat jasmani dan rohani. Aku bertanya-tanya apa yang dipikirkan oleh orang gila itu..ah bukan berpikir, hanya pendapat saja, aku tak mampu membayangkan bagaimana bisa orang gila berpikir? Aku ingin tahu apa pendapat si gila itu jika melihat aku yang dikatakan waras tapi jarang sekali berpikir dan bertindak seperti manusia yang seharusnya. Memangnya seperti apakah manusia yang seharusnya itu?apakah dengan memiliki rumah mewah, memiliki mobil-mobil mewah digarasinya, memiliki istri yang cantik jelita, memiliki anak-anak yang disekolahkan diluar negeri,orang itu bisa disebut waras? Atau orang yang duduk sekian lama sehingga tertidur di gedung dewan itu bisa disebut waras? dan yang disebut gila itu adalah seonggok tubuh telanjang dan sering meracau di pinggir jalan?

Konon katanya perbedaan orang gila dengan orang waras adalah kemampuannya membedakan mana yang benar dan mana yang salah? lalu siapakah yang bisa memberikan patokan apa yang salah dan apa yang benar? Beberapa manusia menyodorkan agama sebagai patokan untuk menentukan salah dan benar. Lalu mengapa ada banyak agama? Dan sialnya setiap agama mengklaim bahwa dialah yang paling benar, bukankalah perang salib juga berlatar belakang agama? Kemudian sampai detik ini pun masih banyak orang yang membunuh sesama manusia berdasarkan pada agama yang diyakininya..benar atau salah, adil atau tidak adil..semestinya manusia yang disebut waras harus bisa menentukan benar atau salah..harus..

Beberapa manusia waras memisahkan agama dari kehidupan bermasyarakat dengan dalih bahwa agama adalah ruang privasi tiap-tiap individu,benar dan salah ditentukan oleh kekuatan modal,secara tak sadar, agama baru muncul dengan nama kapitalisme. Kapitalisme lalu melahirkan anak bernama komunisme, menuntut persamaan kepemilikan modal agar adil,semuanya dibagi rata..tembok berlin runtuh,Uni Soviet bubar..komunisme tengkurap tak berdaya, bahkan dinegeri berlandaskan Pancasila ini komunisme telah menjadi momok yang membuat bulu kuduk merinding, dibasmi sampai akar-akarnya, habis! Bahkan dalam ketiadaannya komunisme tetap menjadi musuh dengan nama halus bahaya laten. Kapitalisme tangguh congkak berdiri,tak ada yang mampu berdiri sama tegaknya dengan dia. Dengan pongahnya kapitalisme membuat musuh baru setelah komunisme kalah KO, musuh baru itu adalah Islam dengan kata halus, terorisme.

Ledakan bom di Jakarta kemarin kemudian memunculkan nama-nama muslim sebagai sang pelaku teror, ah aku teringat kawan yang takut untuk bekerja di AS karena nama dia sangat berbau muslim. Kemudian Ulama-ulama terkemuka berjamaah mengutuk pelaku teror, mereka memperdebatkan makna jihad dengan argumennya masing-masing. Entah apa yang sebenarnya terjadi,sebagai manusia yang dicap waras aku hanya menggelengkan kepala,tak tahu..mungkinkah orang gila dipinggir jalan tadi tahu jawabannya..aku juga tak tahu..

Aku mengenakan pakaian, hati kecilku tak mau disebut orang gila walau aku rasa aku belum bisa menentukan mana yang benar mana yang salah, tapi setidaknya aku harus menutupi ketidakwarasanku itu dengan berpakaian,memiliki pekerjaan, menikah, memiliki anak, memiliki rumah, mobil..kemudian memalingkan muka saat melihat orang gila di pinggir jalan, karena aku pikir aku tidak gila..atau jangan-jangan pikiranku yang salah?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sapamadegan

Bandung,23 Januari 2011

Usum Hujan, Israel jeung Tambang