Go West II
......
Mungkin semua warga sedang berkumpul di TPS untuk mengikuti pesta tanpa prasmanan. "Pemilu sekarang seperti panggung lawak", gerutu temanku yang sekarang telah menjadi seorang sosialis tulen. ah,mungkin dia salah nonton acara TV. Mungkin saja Republik Mimpi bagi dia adalah reality show. Aku membayangkan negara ini tanpa Pemilu tapi gagal, gagal membayangkan bagaimana jadinya. Kemudian aku membayangkan sebuah Pemilu yang ideal, calegnya orang-orang terpilih yang berkampanye tanpa spanduk dan baligo, cukup memperbaiki alat kejantanan ratusan pria seperti Ma Erot, atau pengobatan berbagai penyakit seperti Ponari, atau juara bulu tangkis legendaris seperti Rudy Hartono..pokoknya orang-orang yang meraih kepopuleran melalui tindakan nyata tanpa gembar-gembor obral berbagai janji tapi aku gagal lagi membayangkannya, bayangan tampang-tampang caleg di spanduk sepanjang jalan masih tetap menjadi pakem yang tertancap di pikiranku..inilah demokrasi Indonesia.
Cijerah, sang vokalis kamar mandi tiba di rumahnya. Aku melanjutkan perjalanan sendirian,Go West! Cimahi pun sama lengangnya, hanya sesekali ada motor-motor berkecapatan tinggi dengan plat nomor F. Cimareme yang biasanya macet tepat dideretan pabrik-pabrik itu juga nampak sepi, "Where is everybody?". Alun-alun Cililin agak ramai, banyak orang-orang yang berpenampilan riweuh; ransel besar, kardus besar, anak kecil dan ibunyu yang menyusui dengan tenang di pinggir jalan.
Setengah jam lagi menahan panas yang menjalar dari pantat ke pinggang..
Cijenuk jalannya penuh dengan kolam empang berair coklat, tak ada peluang untuk memilih jalan yang mulus, inilah hasil kerja dua tahun setengah para perintis Kabupaten Bandung Barat, inilah bukti nyata kegagapan mereka setelah cerai dengan Kabupaten Bandung. Ah, Bandung Barat! sebuah keputusan emosional tanpa persiapan yang matang, grasak grusuk nggak jelas..nasi telah menjadi bubur..sekarang tidak mungkin untuk kembali bergabung dengan kabupaten Bandung, sekarang adalah memikirkan bagaimana cara yang tepat untuk memberdayakan kolam-kolam di tengah jalan raya agar bisa menambah Pendapatan daerah Kecamatan Cipongkor!
Tiba di rumah, suasana yang nyaris sama dengan situasi dua puluh tahun yang lalu..perubahan menjadi kata yang sulit difahami, pembangunan telah hilang dari perbendaharaan kosakata yang kami miliki...sampai kapan? menjadi pertanyaan wajib lebih wajib dari lagu kebangsaan NKRI..
"..Pemilihan Umum telah memanggil kita, seluruh rakyat menyambut gembira.."
kertas suara yang besar dan wajah-wajah yang "terpelajar" membuat pening kepalaku, gelar pendidikan yang hampir sama panjangnya dengan rel kereta Bandung-Cicalengka tak mampu membawa "sesuatu" yang bisa merubah Kecamatan ini..
Go West! goes to Go to Hell with your aid!
Mungkin semua warga sedang berkumpul di TPS untuk mengikuti pesta tanpa prasmanan. "Pemilu sekarang seperti panggung lawak", gerutu temanku yang sekarang telah menjadi seorang sosialis tulen. ah,mungkin dia salah nonton acara TV. Mungkin saja Republik Mimpi bagi dia adalah reality show. Aku membayangkan negara ini tanpa Pemilu tapi gagal, gagal membayangkan bagaimana jadinya. Kemudian aku membayangkan sebuah Pemilu yang ideal, calegnya orang-orang terpilih yang berkampanye tanpa spanduk dan baligo, cukup memperbaiki alat kejantanan ratusan pria seperti Ma Erot, atau pengobatan berbagai penyakit seperti Ponari, atau juara bulu tangkis legendaris seperti Rudy Hartono..pokoknya orang-orang yang meraih kepopuleran melalui tindakan nyata tanpa gembar-gembor obral berbagai janji tapi aku gagal lagi membayangkannya, bayangan tampang-tampang caleg di spanduk sepanjang jalan masih tetap menjadi pakem yang tertancap di pikiranku..inilah demokrasi Indonesia.
Cijerah, sang vokalis kamar mandi tiba di rumahnya. Aku melanjutkan perjalanan sendirian,Go West! Cimahi pun sama lengangnya, hanya sesekali ada motor-motor berkecapatan tinggi dengan plat nomor F. Cimareme yang biasanya macet tepat dideretan pabrik-pabrik itu juga nampak sepi, "Where is everybody?". Alun-alun Cililin agak ramai, banyak orang-orang yang berpenampilan riweuh; ransel besar, kardus besar, anak kecil dan ibunyu yang menyusui dengan tenang di pinggir jalan.
Setengah jam lagi menahan panas yang menjalar dari pantat ke pinggang..
Cijenuk jalannya penuh dengan kolam empang berair coklat, tak ada peluang untuk memilih jalan yang mulus, inilah hasil kerja dua tahun setengah para perintis Kabupaten Bandung Barat, inilah bukti nyata kegagapan mereka setelah cerai dengan Kabupaten Bandung. Ah, Bandung Barat! sebuah keputusan emosional tanpa persiapan yang matang, grasak grusuk nggak jelas..nasi telah menjadi bubur..sekarang tidak mungkin untuk kembali bergabung dengan kabupaten Bandung, sekarang adalah memikirkan bagaimana cara yang tepat untuk memberdayakan kolam-kolam di tengah jalan raya agar bisa menambah Pendapatan daerah Kecamatan Cipongkor!
Tiba di rumah, suasana yang nyaris sama dengan situasi dua puluh tahun yang lalu..perubahan menjadi kata yang sulit difahami, pembangunan telah hilang dari perbendaharaan kosakata yang kami miliki...sampai kapan? menjadi pertanyaan wajib lebih wajib dari lagu kebangsaan NKRI..
"..Pemilihan Umum telah memanggil kita, seluruh rakyat menyambut gembira.."
kertas suara yang besar dan wajah-wajah yang "terpelajar" membuat pening kepalaku, gelar pendidikan yang hampir sama panjangnya dengan rel kereta Bandung-Cicalengka tak mampu membawa "sesuatu" yang bisa merubah Kecamatan ini..
Go West! goes to Go to Hell with your aid!
nya cek dek oge kang...rek pembangunan kumaha cai na geu nges eweuh ayeuna mah...da sungai citarum na geu lain cai nu ngalir ayeuna mah..sampah sampahhasil rampokan si tuan polan...lain cai teh sumber kahirupan..rek nembok ku naon atuh da beton teh weren kudu di campuran cai.sok buru buru ah .salam
BalasHapus